Perakitan Varietas Cabai

07.45

I.       PENDAHULUAN
Cabai termasuk kedalam tanaman hortikultura kelompok sayuran buah. Cabai merupakan salah satu komoditas sayuran penting dan bernilai ekonomi tinggi di Indonesia. Tanaman ini dikembangkan baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Cabai banyak dikonsumsi oleh untuk keperluan rumah tangga. Selain dikonsumsi dalam bentuk segar, kering atau olahan, kegunaan lain adalah untuk keperluan industri dan peternakan. Cabai memiliki jenis yang bermacam-macam diantaranya yang sering dikonsumsi yaitu cabai keriting, cabai rawit, cabai besar dan lain sebagainya. Tanaman cabai  dapat dibudidayakan dengan mudah dimana saja kecuali pada lahan yang tergenang seperti sawah maka tanaman ini tidak dapat tumbuh dengan baik. Kandungan Vitamin C pada buah cabai cukup tinggi, sehingga hal ini merupakan nilai tambah komoditas cabai. Banyaknya penggunaan cabai sehingga permintaannya juga tinggi, maka haruslah diimbangi dengan jumlah ketersediaan cabai yang memenuhi permintaan pasar. Namun di Indonesia produktivitas cabai relative rendah. Hal ini karena factor varietas yang digunakan petani cabai belum menggunakan varietas yang berdaya hasil tinggi (hibrida) dengan kualitas benih bermutu serta tahan serangan penyakit. Berbagai usaha dalam meningkatkan produktivitas cabai sangat perlu dilakukan untuk memenuhi permintaan benih yang semakin meningkat. Oleh sebab itu, pengembangan tanaman diarahkan untuk mendapatkan varietas yang dapat beradaptasi luas dengan kondisi lingkungan yang beragam. Daya hasil sangat dipengaruhi lokasi, genotipe, musim (tahun) dan interaksi antara genotype dan lokasi.
Penggunaan  varietas cabai yang bermutu tinggi dapat meningkatkan hasil produksi cabai. Selain itu juga dapat meminimalisir kerugian yang  ditimbulkan karena serangan hama dan penyakit yang dapat menurunkan hasil produksi bahkan dapat menyebabkan kerugian yang besar pada petani. Varietas hibrida umumnya tahan terhadap beberapa hama dan penyakit, sehingga dapat mengurangi penggunaan herbisida pada tanaman unntuk memberantas hama dan penyakit yang menyerang tanaman tersebut. Karena bila terlalu banyak dalam penggunaan herbisida atau bahan kimia lainnya  juga dapat  mempengaruhi  hasil produksi suatu  tanaman. Untuk itu perlu dilakukan perakitan varietas hibrida untuk dapat meningkatkan produktivitas tanaman cabai
Perakitan varietas hibrida dilakukan oleh seorang pemulia tanaman dimana terdapat beberapa tahap dalam perakitan yang memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi. Melalui proses pemuliaan tanaman dapat diperoleh hibrida-hibrida cabai yang mempunyai sifat seperti yang diharapkan.Varietas hibrida adalah generasi F1 dari suatu persilangan sepasang atau lebih tetua (galur murni) yang mempunyai sifat unggul.









II.      PERAKITAN VARIETAS
Perakitan varietas  merupakan suatu upaya dalam menghasilkan varietas suatu tanaman baru yang mempunyai keunggulan tertentu yang diharapkan dapat meningkatkan hasil produksi petani. Menurut Syukur, dkk (2010) bahwa jika petani menggunakan benih unggul dan sistem budidaya intensif maka produktivitascabai dapat mencapai 12 ton ha-1. Potensi produktivitas cabai hibrida adalah 20 – 30 ton ha-1. Hal ini dapat dicapai jika bobot buah cabai 1 kg per tanaman. Perakitan varietas hibrida cabai dilakukan untuk dapat  meningkatkan produktivitas tanaman cabai  di Indonesia. Terdapat tahap pembentukan galur murni dan persilangn galur  murni dalam perakitan varietas hibrida. Dalam melakukan perakitan varietas perlu dilakukan pemilihan tetua yang memiliki potensi hasil tinggi dan baik sehingga diperoeh keturunan yang baik pula. Perakitan  vareitas dilakukan oleh ahli pemulia tanaman.
Aplikasi pemuliaan tanaman tidak dapat lepas dari pengaruh lingkungan yang ada, karena tanaman dalam pertumbuhannya merupakan fungsi dari genotipe dan lingkungan. Penampilan tanaman tergantung kepada genotipe, lingkungan dimana tanaman tersebut tumbuh dan interaksi antara genotipe dan lingkungan. Respon tanaman yang spesifi k terhadap lingkungan yang beragam mengakibatkan adanya interaksi antara genotype dan lingkungan (G x L), pengaruh interaksi yang besar secara langsung akan mengurangi kontribusi dari genetic dalam penampilan akhir (Syukur dkk, 2010).
Tahap dalam perakitan varietas cabai  hibrida yaitu terdiri  dari tahap pembentukan galur murni dan persilangan antar galur murni. Persilangan antar galur murni yang melibatkan sejumlah tetua untuk evaluasi dan seleksi terhadap  kombinasi-kombinasi persilangannya disebut dengan persilangan dialel. Dari persilangn ini maka dapat diketahui nilai heterosis dan nilai  heterobeltiosis hibrida. Selain itu dapat pula dilakukan analisis daya gabung umum (DGU) tetua dan daya gabung khusus (DGK) kombinasi persilangannya. Daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) ini digunakan pada tahap  awal untuk mengetahui tetua yang mana yang dapat menghasilkan potensi hasil tinggi. Tetua yang dapat menghasilkan daya hasil tinggi diketahui jika hasil turunan dari kombinasi tetua tersebut  mempunyai nilai heterosis yang positif dan daya gabung yang  tinggi. Heterosis merupakan bentuk penampilan superior hibrida yang dihasilkan bila dibandingkan dengan kedua tetuanya. Heterosis merupakan bentuk penampilan superior hibrida yang dihasilkan bila dibandingkan dengan kedua tetuanya. Sedangkan daya gabung (combining ability) diartikan sebagai ukuran kemampuan suatu kombinasi tetua  untuk menghasilkan kombinasi turunan yang diharapkan. Nilai heterosis diduga berdasarkan nilai rataan tetuanya (mid-parent heterosis) yaitu ((μF1-μMP)/μMP)x 100%. Nilai heterobeltiosis berdasarkan nilai rataan tetua terbaiknya (the highest parent) yaitu ((μF - μHP)/μHP) x 100% (Daryanto Ady dkk, 2010).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Daryanto Ady dkk  (2010) bahwa Secara umum terjadi peningkatan produksi hibrida F1 dibandingkan dengan tetua-tetuanya, yang terlihat dari 14 hibrida F1 yang memiliki nilai heterosis positif. Secara umum terjadi peningkatan produksi hibrida F1 dibandingkan dengan tetua-tetuanya, ini terlihat dari 14 hibrida F1 yang memiliki nilai heterosis positif. Munculnya efek heterosis ini disebabkan adanya akumulasi gen dominan, sedangkan heterobeltiosis tidak lepas dari adanya efek dominan lebih (over-dominan) pada karakter tersebut Menurut Perez et al ( 2009) bahwa nilai heterosis yang tinggi juga menunjukkan adanya aksi gen non-aditif pada karakter produksi per tanaman sehingga teknik hibridisasi sangat berguna untuk mengeksplorasi potensi produksi pada cabai. Nilai heterosis yang tinggi tidak selalu menjamin rataan hasil yang tinggi pada hibridanya, tetapi masih dipengaruhi oleh factor lain, yaitu oleh kemampuan daya gabung dari tetuanya.
Ciri produksi yang baik salah satunya ditentukan oleh persentase bobot buah layak pasar yang tinggi. Karakter ini diperoleh dari membandingkan bobot buah layak pasar terhadap produksi per tanaman. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Daryanto Ady dkk  (2010) bahwa hampir seluruh hibrida F1 memiliki jumlah buah yang lebih banyak dibandingkan para tetuanya. Hal ini menunjukkan semakin banyak jumlah buah yang dihasilkan dari suatu tanaman, maka produksi yang dihasilkannya akan semakin besar.
Nilai DGU dan DGK memiliki variasi yang tinggi. Nilai DGU terbesar untuk karakter jumlah buah ditunjukkan oleh tetua IPB C10, sedangkan IPB C2 memiliki nilai DGU paling rendah. Hibrida dengan nilai DGK tinggi untuk karakter jumlah buah adalah IPB C2 x IPB C10, IPB C9 x IPB C15, IPB C10 x IPB C14, dan IPB C10 x IPB C15. Hibrida IPB C2 x IPB C10 merupakan hibrida dengan nilai DGK tertinggi.Berdasarkan hasil ini terlihat bahwa DGK yang tinggi tidak hanya berasal dari dua tetua dengan nilai DGU yang tinggi saja, akan tetapi bila salah satu tetua telah memiliki nilai DGU yang tinggi, maka dapat pula menghasilkan hibrida dengan nilai DGK yang tinggi. Hibrida yang menunjukkan DGK tinggi biasanya dihasilkan dari  persilangan tetua-tetua dengan nilai DGU tinggi x tinggi tinggi x rendah, atau paling sedikit satu tetuanya memiliki DGU tinggi. Tetua-tetua dengan nilai DGU tinggi bila digunakan sebagai tetua persilangan akan menghasilkan hibrida-hibrida yang memiliki vigor baik pada karakter yang bersangkutan. Genotipe yang memiliki nilai DGU tinggi dapat digunakan sebagai tetua penyusun varietas sintetik (synthetic variety) atau sebagai tetua pembentuk populasi dasar melalui metode seleksi berulang (recurrent selection). Kombinasi persilangan dengan nilai DGK tinggi dapat dipertimbangkan sebagai tetua pembentuk varietas hibrida (Suhendi et al., 2004). Hibrida yang baik umumnya diperoleh dari hasil persilangan tetua-tetua yang memiliki DGU, DGK, serta nilai heterosis dan atau heterobeltiosis yang tinggi. Di dalam penelitian ini kombinasi persilangan yang dapat memenuhi kriteria-kriteria tersebut untuk karakter yang diamati adalah kombinasi persilangan IPB C2 x IPB C14 dan IPB C9 xIPB C14.
Menurut penelitian Syukur dkk (2010) bahwa daya hasil sangat dipengaruhi lokasi, genotipe, musim (tahun) dan interaksi antara genotype dan lokasi. Umur berbunga cabai lebih cepat dapat menyebabkan umur panen lebih cepat.  Umur panen cabai sangat bervariasi tergantung jenis cabai dan lokasi penanaman. Tanaman cabai besar yang ditanam di dataran rendah sudah dapat dipanen pertama kali umur 70 – 75 HST.Cabai yang dipanen lebih cepat akan menguntungkan petani. Oleh karena itu salah satu sasaran pemuliaan cabai adalah mendapatkan cabai yang berumur genjah. Kriteria genjah untuk cabai besar hibrida adalah lebih genjah daripada Hot Beauty. Hibrida IPB CH3 berumur lebih genjah dibandingkan Hot Beauty, baik umur berbunga maupun umur panen. Hasil analisis ragam gabungan bobot buah pertanaman memperlihatkan bahwa genotipe, lokasi, tahun, interaksi genotipe x lokasi dan interaksi genotipe x tahun berpengaruh sangat nyata terhadap hasil.
Dalam perakitan suatu varietaas baru cabai juga diperlukan perhatian khsus pada lingkungan tempat  tubuhnya, dimana menurut Syukur, dkk (2010) bahwa tanaman cabai tidak menghendaki curah hujan yang tinggi atau iklim basah, karena pada keadaan tersebut tanaman akan mudah terserang penyakit, terutama penyakit yang disebabkan oleh cendawan.  Curah hujan yang baik untuk pertanaman cabai adalah sekitar 105 mm bulan. Pengaruh interaksi genotipe x lokasi juga sangat nyata terhadap hasil. Beberapa metode untuk menjelaskan dan menginterpretasikan tanggap genotype terhadap variasi lingkungan telah banyak dikembangkan. Salah satu metode  yang banyak  digunakan adalah metode additive main effect multiplicative interaction (AMMI).
Analisis AMMI dapat menjelaskan interaksi galur dengan lokasi. Biplot AMMI sebagai alat visualisasi dari analisis AMMI dapat digunakan untuk melihat adaptasi genotipe-genotipe pada seluruh lingkungan uji atau spesifi k pada lingkungan tertentu. Genotipe dikatakan beradaptasi pada semua lingkungan jika berada dekat dengan sumbu, sedangkan genotipe yang spesifik lokasi adalah genotype yang berada jauh dari sumbu utama tapi letaknya berdekatan dengan garis lingkungan (Syukur dkk, 2010).


KESIMPULAN

1.      Perakitan varietas cabai hibrida dilakukan dengan dua tahap yaitu tahap pembentukan galur murni dan persilangan antar galur murni
2.      Dilakukan persilangan antara tetua galur murni untuk mengetahui nilai heterossis dan daya gabung untuk mengetahui kriteria tetua yang mempunyai sifat unggul.
3.      Dalam perakitan varietas baru perlu  diperhatikan pula factor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan daya hasil  tanaman.











DAFTAR PUSTAKA
Daryanto,Ady., dkk. 2010. Heterosis dan Daya Gabung Karakter Agronomi Cabai  Hasil Persilangan Half Diallel. J. Agron Indonesia. 38 (2): 113-121.
Perez, G.M., H.V.A. Gonzales, L.A. Pena, C.J. Sahagun. 2009. Combining ability and heterosis for fruit yield and quality in manzano hot pepper (Capsicum pubescens R & P) landraces. Revista Chapingo Series Horticultura 15:47-55.
Suhendi, D., A.W. Susilo, S. Mawardi. 2004. Analisis daya gabung karakter pertumbuhan vegetative beberapa klon kakao (Theobroma cacao L.). Zuriat 15:128-132.
Syukur, Muhamad,. dkk. Evaluasi Daya Hasil Cabai Hibrida dan Daya Adaptasinya  diempat Lokasi dalam Dua Tahun. J. Agron Indonesia 38(1) : 43-51.


You Might Also Like

0 komentar

Subscribe