I. PENDAHULUAN
Cabai termasuk kedalam tanaman hortikultura kelompok
sayuran buah. Cabai merupakan salah satu komoditas sayuran penting dan bernilai
ekonomi tinggi di Indonesia. Tanaman ini dikembangkan baik di dataran rendah
maupun dataran tinggi. Cabai banyak dikonsumsi oleh untuk keperluan rumah
tangga. Selain dikonsumsi dalam bentuk segar, kering atau olahan, kegunaan lain
adalah untuk keperluan industri dan peternakan. Cabai memiliki jenis yang
bermacam-macam diantaranya yang sering dikonsumsi yaitu cabai keriting, cabai
rawit, cabai besar dan lain sebagainya. Tanaman cabai dapat dibudidayakan dengan mudah dimana saja
kecuali pada lahan yang tergenang seperti sawah maka tanaman ini tidak dapat
tumbuh dengan baik. Kandungan Vitamin C pada buah cabai cukup tinggi, sehingga
hal ini merupakan nilai tambah komoditas cabai. Banyaknya penggunaan cabai sehingga
permintaannya juga tinggi, maka haruslah diimbangi dengan jumlah ketersediaan
cabai yang memenuhi permintaan pasar. Namun di Indonesia produktivitas cabai relative
rendah. Hal ini karena factor varietas yang digunakan petani cabai belum
menggunakan varietas yang berdaya hasil tinggi (hibrida) dengan kualitas benih
bermutu serta tahan serangan penyakit. Berbagai usaha dalam meningkatkan
produktivitas cabai sangat perlu dilakukan untuk memenuhi permintaan benih yang
semakin meningkat. Oleh sebab itu, pengembangan tanaman diarahkan untuk
mendapatkan varietas yang dapat beradaptasi luas dengan kondisi lingkungan yang
beragam. Daya hasil sangat dipengaruhi lokasi, genotipe, musim (tahun) dan
interaksi antara genotype dan lokasi.
Penggunaan varietas cabai yang bermutu tinggi dapat
meningkatkan hasil produksi cabai. Selain itu juga dapat meminimalisir kerugian
yang ditimbulkan karena serangan hama
dan penyakit yang dapat menurunkan hasil produksi bahkan dapat menyebabkan
kerugian yang besar pada petani. Varietas hibrida umumnya tahan terhadap
beberapa hama dan penyakit, sehingga dapat mengurangi penggunaan herbisida pada
tanaman unntuk memberantas hama dan penyakit yang menyerang tanaman tersebut.
Karena bila terlalu banyak dalam penggunaan herbisida atau bahan kimia
lainnya juga dapat mempengaruhi
hasil produksi suatu tanaman. Untuk
itu perlu dilakukan perakitan varietas hibrida untuk dapat meningkatkan
produktivitas tanaman cabai
Perakitan varietas hibrida dilakukan oleh seorang
pemulia tanaman dimana terdapat beberapa tahap dalam perakitan yang memerlukan
tingkat ketelitian yang tinggi. Melalui proses pemuliaan tanaman dapat
diperoleh hibrida-hibrida cabai yang mempunyai sifat seperti yang diharapkan.Varietas
hibrida adalah generasi F1 dari suatu persilangan sepasang atau lebih tetua
(galur murni) yang mempunyai sifat unggul.
II.
PERAKITAN VARIETAS
Perakitan varietas
merupakan suatu upaya dalam menghasilkan varietas suatu tanaman baru
yang mempunyai keunggulan tertentu yang diharapkan dapat meningkatkan hasil
produksi petani. Menurut Syukur, dkk (2010) bahwa jika petani menggunakan benih
unggul dan sistem budidaya intensif maka produktivitascabai dapat mencapai 12
ton ha-1. Potensi produktivitas cabai hibrida adalah 20 – 30 ton ha-1. Hal ini
dapat dicapai jika bobot buah cabai 1 kg per tanaman. Perakitan varietas
hibrida cabai dilakukan untuk dapat
meningkatkan produktivitas tanaman cabai
di Indonesia. Terdapat tahap pembentukan galur murni dan persilangn
galur murni dalam perakitan varietas
hibrida. Dalam melakukan perakitan varietas perlu dilakukan pemilihan tetua
yang memiliki potensi hasil tinggi dan baik sehingga diperoeh keturunan yang
baik pula. Perakitan vareitas dilakukan
oleh ahli pemulia tanaman.
Aplikasi
pemuliaan tanaman tidak dapat lepas dari pengaruh lingkungan yang ada, karena
tanaman dalam pertumbuhannya merupakan fungsi dari genotipe dan lingkungan.
Penampilan tanaman tergantung kepada genotipe, lingkungan dimana tanaman
tersebut tumbuh dan interaksi antara genotipe dan lingkungan. Respon tanaman
yang spesifi k terhadap lingkungan yang beragam mengakibatkan adanya interaksi
antara genotype dan lingkungan (G x L), pengaruh interaksi yang besar secara
langsung akan mengurangi kontribusi dari genetic dalam penampilan akhir (Syukur
dkk, 2010).
Tahap
dalam perakitan varietas cabai hibrida yaitu
terdiri dari tahap pembentukan galur
murni dan persilangan antar galur murni. Persilangan antar galur murni yang
melibatkan sejumlah tetua untuk evaluasi dan seleksi terhadap kombinasi-kombinasi persilangannya disebut
dengan persilangan dialel. Dari persilangn ini maka dapat diketahui nilai
heterosis dan nilai heterobeltiosis
hibrida. Selain itu dapat pula dilakukan analisis daya gabung umum (DGU) tetua
dan daya gabung khusus (DGK) kombinasi persilangannya. Daya gabung umum (DGU)
dan daya gabung khusus (DGK) ini digunakan pada tahap awal untuk mengetahui tetua yang mana yang
dapat menghasilkan potensi hasil tinggi. Tetua yang dapat menghasilkan daya
hasil tinggi diketahui jika hasil turunan dari kombinasi tetua tersebut mempunyai nilai heterosis yang positif dan
daya gabung yang tinggi. Heterosis
merupakan bentuk penampilan superior hibrida yang dihasilkan bila dibandingkan
dengan kedua tetuanya. Heterosis merupakan bentuk penampilan superior hibrida
yang dihasilkan bila dibandingkan dengan kedua tetuanya. Sedangkan daya gabung
(combining ability) diartikan sebagai ukuran kemampuan suatu kombinasi
tetua untuk menghasilkan kombinasi
turunan yang diharapkan. Nilai heterosis diduga berdasarkan nilai rataan
tetuanya (mid-parent heterosis) yaitu ((μF1-μMP)/μMP)x 100%. Nilai
heterobeltiosis berdasarkan nilai rataan tetua terbaiknya (the highest
parent) yaitu ((μF - μHP)/μHP) x 100% (Daryanto Ady dkk, 2010).
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Daryanto Ady dkk
(2010) bahwa Secara umum terjadi peningkatan produksi hibrida F1 dibandingkan
dengan tetua-tetuanya, yang terlihat dari 14 hibrida F1 yang memiliki nilai
heterosis positif. Secara umum terjadi peningkatan produksi hibrida F1
dibandingkan dengan tetua-tetuanya, ini terlihat dari 14 hibrida F1 yang
memiliki nilai heterosis positif. Munculnya efek heterosis ini disebabkan
adanya akumulasi gen dominan, sedangkan heterobeltiosis tidak lepas dari adanya
efek dominan lebih (over-dominan) pada karakter tersebut Menurut Perez et al ( 2009) bahwa nilai heterosis
yang tinggi juga menunjukkan adanya aksi gen non-aditif pada karakter produksi
per tanaman sehingga teknik hibridisasi sangat berguna untuk mengeksplorasi
potensi produksi pada cabai. Nilai heterosis yang tinggi tidak selalu menjamin
rataan hasil yang tinggi pada hibridanya, tetapi masih dipengaruhi oleh factor
lain, yaitu oleh kemampuan daya gabung dari tetuanya.
Ciri
produksi yang baik salah satunya ditentukan oleh persentase bobot buah layak
pasar yang tinggi. Karakter ini diperoleh dari membandingkan bobot buah layak
pasar terhadap produksi per tanaman. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Daryanto Ady dkk (2010) bahwa hampir
seluruh hibrida F1 memiliki jumlah buah yang lebih banyak dibandingkan para
tetuanya. Hal ini menunjukkan semakin banyak jumlah buah yang dihasilkan dari
suatu tanaman, maka produksi yang dihasilkannya akan semakin besar.
Nilai
DGU dan DGK memiliki variasi yang tinggi. Nilai DGU terbesar untuk karakter
jumlah buah ditunjukkan oleh tetua IPB C10, sedangkan IPB C2 memiliki nilai DGU
paling rendah. Hibrida dengan nilai DGK tinggi untuk karakter jumlah buah
adalah IPB C2 x IPB C10, IPB C9 x IPB C15, IPB C10 x IPB C14, dan IPB C10 x IPB
C15. Hibrida IPB C2 x IPB C10 merupakan hibrida dengan nilai DGK tertinggi.Berdasarkan
hasil ini terlihat bahwa DGK yang tinggi tidak hanya berasal dari dua tetua
dengan nilai DGU yang tinggi saja, akan tetapi bila salah satu tetua telah
memiliki nilai DGU yang tinggi, maka dapat pula menghasilkan hibrida dengan
nilai DGK yang tinggi. Hibrida yang menunjukkan DGK tinggi biasanya dihasilkan
dari persilangan tetua-tetua dengan
nilai DGU tinggi x tinggi tinggi x rendah, atau paling sedikit satu tetuanya
memiliki DGU tinggi. Tetua-tetua dengan nilai DGU tinggi bila digunakan sebagai
tetua persilangan akan menghasilkan hibrida-hibrida yang memiliki vigor baik pada
karakter yang bersangkutan. Genotipe yang memiliki nilai DGU tinggi dapat
digunakan sebagai tetua penyusun varietas sintetik (synthetic variety)
atau sebagai tetua pembentuk populasi dasar melalui metode seleksi berulang (recurrent
selection). Kombinasi persilangan dengan nilai DGK tinggi dapat
dipertimbangkan sebagai tetua pembentuk varietas hibrida (Suhendi et al.,
2004). Hibrida yang baik umumnya diperoleh dari hasil persilangan tetua-tetua
yang memiliki DGU, DGK, serta nilai heterosis dan atau heterobeltiosis yang
tinggi. Di dalam penelitian ini kombinasi persilangan yang dapat memenuhi
kriteria-kriteria tersebut untuk karakter yang diamati adalah kombinasi
persilangan IPB C2 x IPB C14 dan IPB C9 xIPB C14.
Menurut
penelitian Syukur dkk (2010) bahwa daya hasil sangat dipengaruhi lokasi,
genotipe, musim (tahun) dan interaksi antara genotype dan lokasi. Umur berbunga
cabai lebih cepat dapat menyebabkan umur panen lebih cepat. Umur panen cabai sangat bervariasi tergantung
jenis cabai dan lokasi penanaman. Tanaman cabai besar yang ditanam di dataran
rendah sudah dapat dipanen pertama kali umur 70 – 75 HST.Cabai yang dipanen
lebih cepat akan menguntungkan petani. Oleh karena itu salah satu sasaran
pemuliaan cabai adalah mendapatkan cabai yang berumur genjah. Kriteria genjah
untuk cabai besar hibrida adalah lebih genjah daripada Hot Beauty. Hibrida IPB
CH3 berumur lebih genjah dibandingkan Hot Beauty, baik umur berbunga maupun
umur panen. Hasil analisis ragam gabungan bobot buah pertanaman memperlihatkan
bahwa genotipe, lokasi, tahun, interaksi genotipe x lokasi dan interaksi
genotipe x tahun berpengaruh sangat nyata terhadap hasil.
Dalam
perakitan suatu varietaas baru cabai juga diperlukan perhatian khsus pada
lingkungan tempat tubuhnya, dimana menurut
Syukur, dkk (2010) bahwa tanaman cabai tidak menghendaki curah hujan yang
tinggi atau iklim basah, karena pada keadaan tersebut tanaman akan mudah
terserang penyakit, terutama penyakit yang disebabkan oleh cendawan. Curah hujan yang baik untuk pertanaman cabai
adalah sekitar 105 mm bulan. Pengaruh interaksi genotipe x lokasi juga sangat
nyata terhadap hasil. Beberapa metode untuk menjelaskan dan menginterpretasikan
tanggap genotype terhadap variasi lingkungan telah banyak dikembangkan. Salah
satu metode yang banyak digunakan adalah metode additive main
effect multiplicative interaction (AMMI).
Analisis
AMMI dapat menjelaskan interaksi galur dengan lokasi. Biplot AMMI sebagai alat
visualisasi dari analisis AMMI dapat digunakan untuk melihat adaptasi
genotipe-genotipe pada seluruh lingkungan uji atau spesifi k pada lingkungan
tertentu. Genotipe dikatakan beradaptasi pada semua lingkungan jika berada
dekat dengan sumbu, sedangkan genotipe yang spesifik lokasi adalah genotype
yang berada jauh dari sumbu utama tapi letaknya berdekatan dengan garis
lingkungan (Syukur dkk, 2010).
KESIMPULAN
1. Perakitan
varietas cabai hibrida dilakukan dengan dua tahap yaitu tahap pembentukan galur
murni dan persilangan antar galur murni
2. Dilakukan
persilangan antara tetua galur murni untuk mengetahui nilai heterossis dan daya
gabung untuk mengetahui kriteria tetua yang mempunyai sifat unggul.
3. Dalam
perakitan varietas baru perlu
diperhatikan pula factor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
dan daya hasil tanaman.
DAFTAR
PUSTAKA
Daryanto,Ady.,
dkk. 2010. Heterosis dan Daya Gabung
Karakter Agronomi Cabai Hasil
Persilangan Half Diallel. J. Agron Indonesia. 38 (2): 113-121.
Perez,
G.M., H.V.A. Gonzales, L.A. Pena, C.J. Sahagun. 2009. Combining ability and heterosis for fruit yield and quality in manzano
hot pepper (Capsicum pubescens R & P) landraces.
Revista Chapingo Series Horticultura 15:47-55.
Suhendi,
D., A.W. Susilo, S. Mawardi. 2004. Analisis
daya gabung karakter pertumbuhan vegetative beberapa klon kakao (Theobroma cacao L.). Zuriat
15:128-132.
Syukur,
Muhamad,. dkk. Evaluasi Daya Hasil Cabai
Hibrida dan Daya Adaptasinya diempat
Lokasi dalam Dua Tahun. J. Agron Indonesia 38(1) : 43-51.